Penjelasan Mendalam
1. Tujuan Utama: Identitas Terdesentralisasi untuk Web3
Humanity Protocol mengatasi serangan Sybil (identitas palsu) dengan menciptakan lapisan identitas yang terverifikasi oleh manusia. Berbeda dengan model terpusat di Web2, protokol ini menggunakan Self-Sovereign Identity (SSI), di mana pengguna menyimpan dan mengendalikan kredensial yang dapat diverifikasi (misalnya usia, kewarganegaraan) melalui pengenal terdesentralisasi (Decentralized Identifiers/DIDs). Pihak ketiga dapat memverifikasi kredensial ini tanpa mengakses data asli, menggunakan bukti tanpa pengetahuan (zero-knowledge proofs) (Humanity Protocol Gitbook).
2. Teknologi yang Menjaga Privasi
Protokol ini menggunakan:
- Pengenalan Telapak Tangan: Metode yang lebih tidak mengganggu dibandingkan pemindaian iris (seperti Worldcoin), dengan menangkap pola pembuluh darah menggunakan kamera smartphone atau pemindai inframerah.
- zkEVM: Rantai kompatibel Ethereum Virtual Machine yang menggunakan zero-knowledge untuk verifikasi kredensial secara privat dan skalabel.
- Penyimpanan Terdesentralisasi: Data biometrik pengguna tidak disimpan secara terpusat, sehingga mengurangi risiko kebocoran data.
Dengan teknologi ini, aplikasi dapat memastikan pengguna adalah manusia tanpa mengorbankan privasi — hal yang sangat penting untuk sistem pemungutan suara, airdrop, atau layanan keuangan.
3. Fungsi Token & Tata Kelola
Token $H berfungsi untuk:
- Biaya Jaringan: Membayar verifikasi identitas dan penerbitan kredensial.
- Tata Kelola: Memberikan suara dalam pembaruan protokol (misalnya metode biometrik, insentif node).
- Staking: Mengamankan jaringan melalui node terdesentralisasi yang memvalidasi keunikan manusia.
Kesimpulan
Humanity Protocol menghadirkan konsep baru identitas digital dengan menggabungkan biometrik dan kepemilikan terdesentralisasi, yang mampu mengatasi masalah infiltrasi bot di Web3. Pendekatan pemindaian telapak tangan menawarkan keseimbangan antara kemudahan penggunaan dan privasi, sementara token $H menyelaraskan insentif antara pengguna, validator, dan pengembang. Di tengah berkembangnya persona buatan AI, apakah Humanity Protocol dapat menjadi standar “bukti-keaslian-manusia” tanpa harus memusatkan data sensitif?